Menjelang maghrib kami melintasi sebuah perbukitan batu dan pasir tanpa tumbuhan yang penghuninya adalah Monyet. Padahal monyet adalah hewan mamalia yang hanya makan biji-bijian dan tumbuhan. Darimanakah datangnya makanan itu, sehingga mereka bisa berkembang biak ? " Wallaahu A'lam Bissawaf". Disebuah pemberhentian, kami mampir untuk makan malam, dan shalat Maghrib di jama' dengan Isya' . Alhamdulillah kami sampai di Padang Arafah sekitar jam.21.00, dan menempati Maktab Asia Tenggara 85. Masih belum banyak jamaah haji yang datang, mungkin karena antrean padatnya lalu lintas. Di Arafah ada larangan untuk membunuh binatang apapun yang ada, mematahkan pohon/ranting atau merusak, memakai wewangian, bertengkar atau marah.
Begitu memasuki kemah, ternyata ribuan pasukan nyamuk yang besar-besar, sudah siap menyambut kami. Dan inilah tantangannya, tidak boleh membunuh binatang, jadi kami hanya mengipas-ngipas saja, biar tidak digigit. Meski kantuk sudah datang, namun hambatan nyamuk ini membuat kita masih terjaga. Tanpa terasa tertidur juga di tengah gigitan nyamuk yang sudah tidak kita rasakan lagi.
Fasilitas MCK (mandi cuci kakus) di Arafah memang terbatas, maka tidak heran bila melihat sebuah antrean yang panjang menjelang masuk ke MCK. Maka saya pun survei ke beberapa lokasi di sekitar maktab 85, bersama beberapa jamaah lain. Jadi bisa jadi cadangan kalo-2 harus ngantre. Ternyata pilihan ini memang tepat, disaat pas kita perlu dan antrean penuh, maka di tempat luar maktab, kondisinya agak lengang, paling cuma ngantri 2 orang.
Puncak haji akan di mulai selepas Dzuhur hingga terbenanmnya matahari, untuk itu kami mempersiapkan diri agar saat puncaknya, bisa tumakninah dalam melaksanakannya. Makanan, minuman dan buah-2 an begitu berlimpah tersedia, sehingga tinggal pilih saja, mau soft drink, teh, kopi, air mineral. Dan paginya saya nambah waktu tidur, agar nanti pas puncaknya bugar lagi.
Puncak Haji Tiba !!! Setelah Shalat Dzuhur dan Azar di Jama', kami mendengarkan Khotbah Arafah, setelah itu, kita melanjutkan berdoa sesuai dengan harapan dan keinginan masing-masing, yang selama ini sudah dipersiapkan sejak dari tanah air. Baca dzikir, tadarus, semua harapan ditumpahkan. Tanpa terasa, dalam melantunkan doa pun berlinanganlah air mata, hingga membasahi pipi.
Tanpa terasa matahari telah tergelincir ke barat, setelah maghrib dan Isya yang di Jama', melanjutkan perjalanan untuk melampar Jumroh Aqobah. Menuju ke Arah Mina sambil Mabit di Muzdhalifah, dan mengumpulkan batu untuk lontar. Karena 5 juta jamaah secara serentak bergerak ke satu arah, otomatis perjalanan jadi tersendat, lalu lintas padat. Akhirnya di tengah perjalanan karena sudah menjelang subuh, kami shalat subuh di atas Bis. Dan meneruskan perjalanan dengan berjalan kaki menuju ke tempat lontar Jumrah.
Dalam perjalanan menuju lontar Jumrah Aqobah inilah mulai muncul sifat asli manusia, seperti saat sebelum berangkat haji. Yang merasa punya kedudukan, merasa" berhak" untuk marah kepada pemandu. " Mengapa nyari jalan yang macet ?". "Mengapa tadi tidak lewat jalan yang sana !!??" dan seterusnya. Bahkan saat berjalan menuju tempat lontar, karena sang pemandu lupa dengan jalannya, hingga harus memutar lagi (maklum...baru di tahun2007 ini lontar jumrah di tingkat 3), maka Sarbini pun kembali sasaran omelan, "Kamu ini tahu jalan apa nggak sich ?". Astaghfirullah........akhirnya saya hanya bisa mendekati Sarbini, dan saya usap punggungnya, " Sabar ya mas...." saya berkata lirih. Dan Sarbini hanya mengangguk, sambil memerah mukanya.
Begitu mendekati tempat lontar, waktu menunjukkan hampir jam 09.00. Ini adalah waktu yang menurut orang di Timur Tengah, sebagai waktu yang Afdhol. Artinya pasti akan banyak orang melaksanakan lontar. Akhirnya kami bersiasat, agar tidak terjebak dalam lautan manusia, kita bersepakat untuk berkumpul di tiang no 50 begitu kami selelsai lontar. Suara batu kecil yang beterbangan menimpa Tiang Aqobah, sangat kentara sekali, seperti bunyi sekumpulah lebah. " Bismillahi ..Allahu Akbar", begitu selesai melontar sebanyak tujuh kali, saya dan istri segera merapat di tingan 50 sesuai kesepakatan. Di samping tiang inilah kami melakukan Tahalul pertama secara bergantian. Sepulang dari lontar, di dekat pintu masuk, saya melakukan potong rambut secara keseluruhan alias Gundhul.

