Kamis, 15 September 2011

Halal Bil Halal Aste 88 Semarang













Alhamdulillah, disela-sela libur lebaran ini, tanggal 2 September 2011, berkesempatan menghadiri Reuni sekaligus Halal Bil Halal Alste 88, yang digagas oleh Ita Pramita Hartadi di Resto Godhong Salam Mugas. Tidak menyangka bila teman-teman yang menyempatkan waktunya untuk hadi di tempat ini sampai ada 35 orang. Suatu jumlah yang lumayan banyak disela-sela kesibukan masing-masing. Dan inilah wajah ceria yang terekam dalam gambar.

Senin, 12 September 2011

Pantai Kartini, Jepara

Tadinya hanya berniat untuk mencari kain tenun di daerah Troso Jepara. Kec. Troso merupakan sentra kerajinan Tenun di Jepara yang pada masa lalu pernah dipopulerkan oleh Gubernur Jateng Saat itu Bp. Ismail. Bersamaan dengan tenun dari Pedan Klaten. Saat ini setiap hari Jum'at di seluruh instansi pemerintah dan swasta di anjurkan mengenakan baju batik. Nah inilah kesempatan emas batik tradisional Troso untuk kembali berkibar.
Selepas dari Troso rupanya anak-anak ingin melihat pantai Kartini Jepara, yang sudah ada anjungan baru Ocean Park Namanya. Sebuah bangunan Kura-kura raksasa, yang di dalamnya terdapat akuarium raksana mirip di Sea World nya Ancol Jakarta.










Minggu, 11 September 2011

Bergaya Oriental Di Sam Poo Kong Gedong Batu Semarang

Meski lahir dan besar di Semarang, Lebih dari 24 tahun hidup di Semarang, baru pada lebaran 2011 ini bisa berkunjung ke Gedong Batu di daerah Simongan/Plered Semarang. Jaman dulu daerah di sini memang masih terbelakang, jalannya berbatu dan tidak ada jalan tembus. Kalau malam gelapnya minta ampun, karena penerangan jalan yang minim. Dulu waktu masih di SMA, kita malah seringnya mengantar zakat fitrah di daerah simongan tersebut, karena memang tergolong daerah yang minus.
Saat ini ternyata perkembangannya sungguh luar biasa. Akses jalan dari arah Dokter karyadi ke Simongan sudah dibangun Jembatan permanen empat lajur ( bandingkan dengan dulu yang belum ada jembatannya). Aspal mulus pun terbentang mengahmpart menuju jalan tembus dari Simongan ke arah Gunung Pati. Benar-benar pesat pembangunannya.
Dulu Gedong batu yang terlihat kuyu, dan lusuh karena kurang terawat, kini tampak Megah dengan bangunan merah menyalanya. Konon saat ini oun jadi salah satu wisata andalan di kota Semarang, setelah kota tua. Terbukti dari brosur yang tertera di hotel berbintang di Semarang, Gedong batu merupakan salah satu tujuan wisata andalan kota Semarang.

Naaaah......Di Gedong Batu inilah bersemayam Jangkar Kapal milik Laksamana Cheng Ho. Konon Waktu itu Laksamana Cheng Ho sedang berlayar menuju ke Kota Semarang selepas dari Kota Sriwijaya (Palembang) . Namun dalam pelayarannya melalui kali banjirkanal ( Simongan) inilah kapalnya karam dan Jangkarnya yang terbuat dari besi murni setinggi 2 x 1 masih tersisa.

Cheng Ho lahir pada tahun 1371 di Distrik Kunyang, Provinsi Yunnan, Tiongkok yang pada saat itu mayoritas penduduknya memeluk agama Islam. Ia anak kedua dari lima bersaudara. Ayahnya adalah Ma Hazhi, seorang haji yang akhirnya menjadi korban pertempuran pada masa Dinasti Ming yang pada saat itu ingin mempersatukan seluruh Tiongkok. Selama 27 tahun, Cheng Ho telah memimpin tujuh pelayaran termasuk pelayaran ke wilayah nusantara. Ia adalah seorang panglima yang berbakat membawahi puluhan ribu pelaut dalam ekspedisi laut terbesar dalam sejarah China.

Menurut hikayat, Cheng Ho tidak hanya berhasil memamerkan keperkasaan militer maritim Dinasti Ming, tetapi juga berhasil menunjukkan keluhuran budaya Cina dan berperan penting menyebarkan agama Islam di daerah-daerah kunjungannya terutama di wilayah Sumatera dan Jawa. Ekspedisi Cheng Ho disebutkan menjadi gelombang ketiga penyebar agama Islam setelah gelombang pedagang asal Gujarat dan pedagang dari wilayah Timur Tengah. Terdapat banyak peninggalan ekspedisi Cheng Ho, peninggalannya yang terkenal adalah bangunan Kelenteng Sam Po Kong di Semarang.

Ekspedisi Cheng Ho sangat berperan besar dalam menjaga wilayah perairan dari perompak dan terpenting, persinggahan Cheng Ho di beberapa wilayah nusantara mempunyai andil besar dalam mengenalkan teknologi dan peralatan-peralatan hidup hasil budaya Tiongkok ke masyarakat Nusantara pada masa itu. Akhirnya melalui asimilasi, tanpa disadari budaya Tiongkok telah menyatu dengan unsur budaya lokal Nusantara hingga saat ini.

Namun yang jadi pertanyaan Mengapa tidak menjadi masjid lokasi Gedong batu tersebut, melainkan menjadi klenteng Sam Poo Kong. Wallahu A'lam bissawab.



Selasa, 06 September 2011

Kembali ke Jakarta dari Kudus, dengan waktu tempuh 23 jam !!!

Macet tak dapat di tolak, makan siangpun tak dapat dikunyah.
Setelah libur lebaran, kami memutuskan untuk kembali ke Jakarta hari Ahad, 4 September 2011. BErangkat dari Kudus sekitar jam 11 an siang, setelah sebelumnya berpamitan, dan makan lentog di Tanjung.
Perjalanan dari Kudus sampai semarang lancar-lancar saja, tidak ada hambatan berarti, meski di perjalanan sudah mulai bertemu dengan truk-truk besar dan gandeng. Sampai di Semarang menyempatkan diri untuk mampir di Jl. Pandanaran, biasalah.........beli oleh-oleh khas Semarang, bandeng presto dan wingko babat. Selanjutnya menuju ke Pasadena Krapyak, rumah mbak Cicik sekalian pamitan, nyuwun pangestu orangtua untuk kembali mengais rezeki di Jakarta.
Setelah shalat dhuhur yang di jama' Ashar di rumah mbak cicik, lanjut perjalanan menuju Tegal, menginap di Hotel Bahari. Tempat kami sekeluarga menginap jika waktu mudik dan balik tiba. Meski Cuma bintang 3, namun kenyamanan dan fasilitas yang di sajikan terbilang bagus. Mobil kita selalu di cuci tiap pagi. Meski makanannya tentu saja tidak selengkap di hotel bintang lima.
Esoknya Senin Jam 8.30 kami mulai melakukan perjalanan kembali ke Jakarta. Mampir di brebes untuk beli telor asin dan minuman botol, berjaga-jaga siapa tahu macet seperti pas mudik lalu. PErjalanan lancar-lancar saja sampai masuk tol Pejagan. Bahkan tidak ada hambatan sama sekali, kecepatan di Tol pejagan pun bisa di pacu hingga 100 km/jam. Melewati tol kanci juga masih sangat lancar, kami pun istirahat sebentar di rest area Kanci Palimanan , untuk buang air kecil.
Sekitar 1 KM selepas rest area kanci, mulailah terjadi kepadatan, cuaca panas terik siang itu menambah kondisi lalin di tengah tol Kanci Palimanan makin terasa pengap. 1 jam, dua jam, tiga jam, ternyata kami belum keluar juga dari tol Palimanan, bahkan rasanya makin menjadi-jadi panasnya. Tak heran bila mulai banyak pengendara yang menepikan mobilnya di pinggir jalan tol, untuk sekedar mendinginkan mesin mobilnya, agar terhindar dari over heated. Terutama mobil tua. Rasanya menghidupkan AC juga tak berasa dingin. Oleh karenanya terkadang AC saya matikan dan berganti membuka jendela mobil, merasakan sapaan angin yang berembus pasa, diatas jalan tol.
Setelah berpanas-panas ria dan berpeluh di tengah teriknya panas kota Cirebon di Tol Kanci, akhirnya bisa keluar juga dari Gerbang Palimanan, menuju pantura. Permasalahan tidak hanya sampai di sini. Anak-anak yang sudah menahan pipis sejak di tol pun agak kesulitan mampir di SPBU, karena selepas palimanan ternyata banyak pengendara yang mempunyai maksud yang sama. Akhirnya bisa di tebak, mobil yang mampir di SPBU pun menjadi menumpuk di situ dan meluber hingga jalanan, yang pada akhirnya menjadi kontributor kemacetan di Pantura Indramayu. Sudah menunjukkan pukul 14.00 siang, namun perut belum sempat terisi nasi. Sesaat mata tertuju pada penjual mie gelas yang ada di pelataran SPBU. Sekali lagi, tak ada rotan akar pun jadi. Daripada nanti kelapran si perjalanan, mending makan mie gelas saja dulu, sambil menunggu seduhan mie, kendaraan pun saya isi penuh bensin, meski di dashboard masih ada separuh tangki.
Padat merayap masih menghiasi jalur pantura indramayu ini, hasrat untuk mencari rumah makan pun belum tersalurkan, ada pun itu selalu dalam keadaan penuh kendaraan, jadi susah cari parkir. Ada juga rumah makan yang sepi tapi lokasinya di kanan jalan, padahal hampir setiap belokan ditutup oleh polantas. Daripada nanti malah mutar jauh, ya sudahlah.....semoga mie gelas ini bisa tahan sampai sore.
Rasanya kepadatan lalin ini tidak terurai dengan baik di Pantura, menjelang pukul 17.00 pun masih antrian yang cukup panjang di indramayu. Akhirnya kami kembali istirahat di Sebuah masjid di Masjid Jami' Nurul Yaqin perbatasan Cirebon dan Indramayu. Setelah shalat Jama' ta'khir Dhuhur dan Ashar. Anak-anak kembali menyantap bakso, lumayan buat ganjal perut.
Perjalanan kembali di lanjutkan, saya agak terkejut, demi mnyaksikan angka yang tertera di GPS, bahwa waktu yang harus kami tempuh lagi untuk bisa mencapai rumah adalah sekitar 7 jam lagi, itu berarti kami akan sampai di rumah sekitar jam 1 pagi. Waduuuuuh....sudah kebayang bagaimana capeknya ini. Tapi ya.....inilah kondisi yang saat itu kita hadapi, lupakan capek, perjalanan kita lanjutkan........tancap teruuuuuuussss.
Syukurnya si kecil fira tidak rewel sepanjang perjalanan, dia bisa main psp dan DS nya. Malam pun menjelang ditengah kepadatan lalin pantura. Makan malampun seolah jadi barang istimewa di tengah kepadatan ini. Sudah pukul 8 malam, namun belum ada rumah makan yang bisa kami singgahi, kondisi fisik pun mulai menurun, tapi dalam hati saya berusaha menyemangati diri sendiri. Agar bisa bertahan hingga finis. Hingga pukul 9 malam masih belum ketemu rumah makan, eeeee.......begitu ada rumah makan dan kami mampir, ternyata sudah habis semua menunya. Ya sudah.....kami mampir numpang untuk shalat Maghrib di Jama' ta'khir dengan Isya'. Lanjut lagi perjalanan, ada rumah makan lagi, dicoba untuk mampir, dan..................alhamdulillah, ternyata masih panas dan baru dikeluarkan oleh pemiliknya , dengan menu cumi dan lele goreng. Bersemangat sekali kami makan malam, Naufal sampai habis 4 ekor ikan lele goreng.
Selesai makan, perjalanan di lanjut lagi dengan kondisi badan yang lebih bugar. Lalin sudah mulai rame lancar. Kecepatan kendaraan pun bisa dipacu dengan agak cepat. Memasuki Tol Cikampek ternyata lalin tidak begitu lengang. Masih rame juga, cenderung padat. Yang agak mengejutkan di rest area cikampek, ternyata sangat padat sekali pengunjungnya, ada yang tertidur di dalam mobil, bus, truk, hingga meluber di pinggiran tol. Makanya lalin agak tersendat. Akhirnya kami sampai di rumah tepat pukul 02.15. Dengan kantuk yang super. Setelah ganti baju dan membersihkan diri, saya pun langsung menuju peraduan, untuk kembali berangkat ke kantor paginya jam 07.00, karena jadi panitia halal bil halal di kantor. 23 Jam perjalanan yang penuh liku dan pesona. Semoga tahun depan tidak terulang lagi terkena kemacetan yang menyesakkan ini.


Syawalan di Kudus, Semarang, Ambarawa.

Ada anggota keluarga baru di Kudus. Namanya Kareem, Cowok Gendhut. Anaknya Reynal. Beratnya 7 kg, padahal usianya baru 2 bulan. Dan Satu lagi Dhitta, anaknya Mas Dadit, cewek mungil. usianya sudah 5 bulan beratnya 5 kg. Rupanya kedua anak ini mengikuti tradisi keluarga untuk ikut tamasya selama lebaran. Jadi ingat jaman anak-anak masih balita dulu, sudah diajak jalan kemana-mana. Alhamdulillah mereka sehat selalu selama dalam runtang-runtung ini.
Mengawali salat Ied di Lapangan PArkir Swalayan Ada Kudus Hari Selasa, 30 Agustus 2011, setelah silaturahmi di Mak Mien Kauman. Dilanjut dengan berpisah arah. Diana dan Hasto ke Magelang, sedangkan kita ke Semarang. Tidak bisa dilanjut salam-salaman di Kudus, karena keluarga yang lain masih puasa , lebarannya besok Rabu, 31 agustus 2011.
Perjalanan ke Semarang relatif lancaar sekali, bisa ditempuh kurang dari satu jam, sudah sampai di reumah Mbak Cicik di Pasadena Krapyak. Sudah tiga bulan ini bapak menetap di rumah Mbak Cicik. Karena satu dan lain hal yang tidak ada kecocokan dengan Mas Dudung. Terpaksa Bapak yang harus hijrah dari rumahnya sendiri, setelah sejak tahun 1977 bapak menempati rumah di Poncowolo Timur II. Setelah 34 tahun bapak berdiam di rumah tersebut, ternyata harus bertapa di Rumah Mbak Cicik. Perum. Pasadena Krapyak. Hikmahnya adalah bapak bisa agak tenang di sini, udaranya juga agak adem. Dibandingkan di Pontim yang cukup panas, dan mungkin bapak agak terganggu dengan aktivitas usaha Mas Dung yang melakukan home industry, sablon kaos, sepatu lukis dan percetakan. Semoga Bapak bisa betah di sini.
Satu hal klasik yang selalu dikeluhkan Bapak adalah penglihatannya yang sudah mulai buram. Dokter sich menyarankan untuk operasi katarak. Namun bapak rupanya sangat takut dengan yang namanya operasi. Boro-boro operasi, ke dokter saja bapak nggak pernah mau. Maklum produk lama, jadi tidak mengenal dokter. Dan alhamdulillah memang sejak dulu bapak tidak pernah ke dokter, dan meminum obat-obatan dari dokter. Dan memang kebetulan juga jarang sekali sakit. Paling-paling ya...sakinya pusing , masuk angin dan batuk saja. Yang lainnya nyaris tak pernah saya lihat bapak sakit. Mungkin karena efek makannya yang terjaga ya.......Tidak pernah makan-makanan junk food. Jadi terbebas dari yang namanya kolesterol, asam urat, atau darah tinggi. Malahan bapak penyakitnya adalah darah rendah. Yang ternyata menurun padaku. Sementara aku, karena sudah rutin olahraga futsal, tekanan darah sudah pada batas normal.
Siangnya menginap di Hotel Ciputra Simpang Lima Semarang, dengan harapan malamnya bisa nonton bioskop di sini. Nonton film anak-anak pramuka.
Setelah meletakkan barang bawaan ini kamar hotel, kita pun mulai menata diri masing-masing untuk istirahat, merebahkan badan, sambil mendinginkan tubuh, setelah diterpa panas teriknya kota Semarang. Selepas maghrib, saya sudah ancang-ancang untuk ke mall, dengan tujuan bioskop 21, untuk antri tiket. Ternyata pintu penghubung hotel dan mall di kunci. Toko-toko di mall pun sudah mematikan lampu selasar. " Sudah tutup pak, besok khan lebaran ...." ujar petugas hotel yang berjaga. Masya Allah........sampai terlupa kalo tahun ini ada yang lebaran Rabu, meski saya sudah shalat Ied selasa kemarin. Ya......sudahlah.....nggak jadi nonton.
Hari Rabu, Lapangan Simpang lima menjadi tempat dilaksanakan Shalat Ied. Tapak tidak seramai jika 1 syawalnya serempak. Memang tampak penuh di jalan raya simpang lima nya. Tetapi di tengah lapangannya kosong melompong , hanya sisi belakang imam yang terdapat semacam lapangan futsal yang penuh. Selebihnya lapangan rumput yang hijau masih kosong melompong. Padahal biasanya penuh sesak seluruh lapangan rumput hijau dengan jamaah shalat Ied.
Seusai acara shalat Ied di simpang lima dan jalanan bersih kembali serta semua sudah sarapan, akhirnya kami memutuskan untuk check out dari hotel dan menuju ke Gedong Batu. Kawasan tujuan wisata di kota Semarang.


1 Syawal 1432 H = 30 Agustus 2011


Perbedaan penetapan 1 Syawal 1432 H yang keputusannya lama, membuat banyak dari masyarakat ragu, mau pilih yang mana ?
akar masalah ada pada Pemerintah, bukan kpd Khilafiyah Fiqih.
tidak tegas menentukan, dibilang imkanur-rukyah juga bukan...karena masih rukyat walau sudah tahu di bawah 2 derajat.
dibilang rukyat tidak juga, karena menolak dan mengesampingkan kesaksian rukyat dari orang yg kompeten, padahal yang menyaksikan tersebut sudah terukur seberapa jauh kompetennya para ahli hisab dan rukyat di Cakung tsb.
Pagi tadi KH Said Agil Siradj di televisi menyatakan secara perhitungan hilal belum bisa dilihat (unvisible) karena derajat nya kecil, sehingga kemungkinan karena hilal belum terlihat 1 syawal akan jatuh di tanggal 31 agustus 2011 (masih menunggu hasil rukyah). Ada yg nanya ke saya, gimana ini Mas ? Trus saya jelaskan secara sederhana gerak bulan, kriterianya Pak Said Agil (imkan rukyah) dan kriteria yang dipedomani Muhammadiyah, kemudian saya tambahkan keterangan bahwa fullmoon (bulan purnama) akan terjadi di tanggal 12 september; karena purnama adalah pertengahan bulan (setengah perjalanan bulan mengelilingi bumi dalam satu siklus bulan), kalau dihitung mundur 15 hari, maka 1 syawal lebih tepat di tgl 30 agustus (tanggal 29 agustus magrib);
Inilah catatan tulisan dari Mas Agus Purwanto
LaFTiFA ITS
http://purwanto-laftifa.blogspot.com
http://ayatayatsemesta.wordpress.com

1. hisab Muhammadiyah, NU, dan Persis sekarang telah relatif sama yakni sistem ephemeris makanya hasilnya juga sama
Hilal dengan markaz tanjung kodok Lamongan Jatim akan memberi angka sama meski dihitung oleh orang Banda Aceh
2. Perbedaan ada di kriteria, imkanur rukyat dan wujudul hilal
imkanurrukyat adalah jalan tengah hisab dan rukyat dalam arti visibilitas atau batas minimum hilal dapat dilihat
wujudul hilal dalam teori ilmiah sebenarnya merupakan keadaan khusus dari imkanurrukyat yakni NOL derajat
nah, wujudul hilal bukan lagi hilal dapat dilihat tetapi hilal telah eksis meski tidak dapat dilihat
kriteria imkanurrukyat sendiri cukup variatif dan dinamis
dalam arti banyak angka (untuk tingkat internasional) dan terus berubah
karena belum pastinya angka visibilitas ini (yang sekarang 2 derajat) maka Muhammadiyah berfikir ulang tentang angka ini termasuk esensi hisab
dengan hisab orang dapat melakukan lompatan
1. tidak terpaku dengan kriteria rukyat, karena visibilitas adalah keniscayaan rukyat
2. eksistensi hilal dapat diidentifikasi/diketahui meski tidak dapat dilihat
3. kalender dapat dibuat (dengan rukyat kalender hijriyah tidak dapat dilihat)
4. dengan berbagai kriterianya maka kapan awal bulan dapat ditentukan jauh sebelumnya jadi tidak fair dan tidak adil juga kalau di sidang itsbat (2( Agutsus 2011) ada yang meminta agar awal bulan tidak segera diumumkan
jadi jika disebutkan kriteria hisab Muhammadiyah usang, agak berlebihan dan emosional
kalau wujudul hilal tidak dapat dilihat (yang kurang dari 2) memang ya/benar, tetapi sekali lagi Muhammadiyah tidak merasa perlu (sepengetahuan saya sebagai salah seorang tim hisab Muhammadiyah) untuk dapat melihat hilal tetapi memastikan hilal telah wujud/eksis.
di sinilah pokok perbedaannya.
Masalah aktual idhul fitri 1432 Muhammadiyah jatuh 30 Agustus 2011 dan disalahkan sekelompok orang, memang seolah seperti takdir sejarah Muhammadiyah lahir untuk disalahkan.
Perhatikan saja
dulu, di awal abad 20 ketika Muhammadiyah mengadopsi sistem pendidikan umum Muhammadiyah divonis kafir karena meniru caraa Belanda
dulu juga, Muhammadiyah dituduh mendirikan agama baru ketika kyai Ahmad Dahlan meluruskan arah kiblat.
sekarang, Muhammadiyah diklaim karepe dewe karena tidak sama dengan mainstream
Umat harus dididik, segala sesuatu harus dijelaskan apa adanya secara jujur
sidang itsbat sendiri ada masalah
dengan hisab kita tahu bahwa hilal 29 Agustus 2011 antara 1 dan 2 derajat
dengan kriteria imkanur rukyat 2 derajat maka jika ada pengakuan berhasil merukyat maka akan ditolak seperti tadi (Cakung, Jepara)
nah, jika telah jelas ditolak maka mestinya kita tidak perlu melakukan rukyat karena sia2
untuk apa sekian ratus atau bahkan sekian ribu orang berbondongg merukyat tetapi kemudian hasilnya ditolak jika mengaku berhasil merukyat
mereka khan juga mengeluarkan biaya
ini juga perlu dijekaskan kepada umat
karena sudah tahu, kesaksian ditolak, yang berarti 1 syawwal 1432 adalah 31 Agustus 2011
maka mestinya juga tidak perlu sidang itsbat
informasikan jauh sebelumnya
ada berapa puluh orang bersidang, tentu ini memerlukan biaya
kemubaziran juga harus dihindari di dalam Islam
sidang itsbat juga bukan sidang politik
semua harus dijelaskan secara jernih, jujur dan apa adanya
Fastabiqul khairat
Salam

Mudik 1432 H. Jakarta - Tegal 10 Jam. Tegal - Kudus 5 jam

Mudik tahun 2011 ini dalam cuaca terik matahari, membuat bibir jadi pecah-pecah selama dalam perjalanan. Terlebih perjalanan mudik dari Jakarta Menuju Kudus, ditempuh dalam waktu 10 jam + 5 jam = 15 jam. Padahal normalnya bisa sampai ke kudus dalam waktu 10 - 11 jam saja. Terdapat delay waktu yang lumayan lama.
BErangkat dari rumah sekitar jam 8.30 WIB, hari Jum'at 26 Agustus 2011. Pada awalnya perjalanan lancar-lancar saja, sampai di sekitar KM. 57 Jakarta Cikampek, perjalananan mulai terasa melambat, saya pikir ada kecelakaan. Namun saat sampai di KM. 60 an, tepat di sisi tol Jakarta arah Bandung (Cipularang). Terdengar suara petugas Jasa Marga melalui pengeras suara, " Para Pengemudi yang hendak menuju ke arah Cikampek, dimohon bersabar, karena kepadatan arus lalin di Pantura, maka jalan tol cikampek ditutup selama 1jam. Apabila berkenan bisa melalui arah selatan lewat Cipularang." Seumur umur lewat Tol Cikampek, baru kali ini ketemu, jalan tol ditutup selama satu jam. Akhirnya saya putuskan lewat Cipularang, keluar Tol Sadang. Daripada menuju Cikampek harus menunggu 1 jam ( bisa jadi dendeng kali ya......nungguin di atas mobil selama 1 jam).
Ternyata Cipularang sangat kosong, bisa melaju rata-rata 90 km/jam di sini, lalu keluar tol sadang, dan lanjut ke arah subang. Dengan panduan GPS di dashboard, membuat perjalanan ini menjadi mudah, meski terkadang tanda penunjuk arah dari dep hub juga sudah ada. Ternyata ini adalah jalur alternatif dengan rute, sadang - subang - majalengka - indramayu - keluarnya di arah cirebon pintu tol Plumbon. Setelah melewati hutan Jati, dengan jalan yang berkelok-kelok serta hanya muat dua lajur saja. Tak heran bila ada yang tidak sabaran, dua lajur itu dipenuhi oleh kendaraan yang hendak menuju cirebon, akhirnya bisa ditebak. KEmacetan pun makin merata ke arah menuju Cirebon.
Masuk Tol Plumbon pun sudah mulai agak padat, beberapa saat kemudian istirahat di rest area tol kanci - palimanan. Setelah istirahat melanjutkan perjalanan menuju tegal, melalui Tol Kanci Pejagan. Kecurigaan akan kemacetan mulai terjadi saat hendak melakukan pembayaran tol di Pintu Tol Pejagan Mayapada. Gerbang pembayaran ini tidak mempu menampung arus kendaraan yang akan melintas di sini. Terjadi bottle neck, petugas dari bakrie toll pun kewalahan mengaturnya, keluar gerbang tol ini pejalanan mulai lancar.
Permasalahan kemacetan mulai muncul saat sekitar 4 km menjelang pintu keluar tol Pejagan. Kendaraan yang akan menuju brebes sudah berjejer empat lajur memenuhi ruas tol pejagan, dan berjalan sangat lambat sekali. Waktu terus berjalan, masih kurang sekitar 1 km lagi keluar dari pintu tol, namun manghrib sudah menjelang. Karena kita kurang persiapan dalam menyongsong buka puasa di jalan, ketika nampak penjual tahu di sekitar kemacetan, maka kita pun membatalkan puasa dengan memakan tahu dan kacang rebus yang dijajakan pedagang di tengah jalan tol. Tak ada rotan, akarpun jadi. Nggak bisa buka puasa di rumah makan, buka puasa di jalan tol pun jadi.
Ternyata setelah sampai di pintu keluar pejagan, akar permasalahannya adalah :
1. Terjadi bottle beck di gerbang tol keluar. Dari arus kendaraan yang akan keluar ada 4 lajur, sedangkan fly overnya hanya menampung 2 lajur saja.
2. Terjadi kesemrawutan arah keluar. Karena di sini ada 2 arah tujuan, dari gerbang keluar ke kiri menuju brebes dan semarang, sedangkan belok kanan arah ke purwokerto atau jalur selatan. Naaaaaah.......sampai di sini ada yang salah ambil posisi yang terbalik, tujuannya ke pantura.....tapi posisi kendaraan ada di sebelah kanan, begitu sebaliknya. Kekacauan ini konon menimbulkan kemacetan di dalam tol kanci pajagan hingga 30 km dari gerbang tol keluar. Tak heran bila ada berita tol kanci arah pejagan sementara ditutup dan dialihkan keluar di kanci menuju pantura.
Lepas dari Pejagan, tujuan utama tentu saja mencari buka puasa yang normal ( nasi dan lauk) , bukan hanya tahu saja. Namun saya sudah feeling, karena tadi macet panjang, pasti di sekitaran tol akan terjadi penumpukan orang mencari rumah makan. Dan ternyata benar juga, sepanjang ada rumah makan di sisi kiri jalan arah brebes, selepas tol pejagan, rumah makan pada penuh semua. Alhasil baru pada jam 19.15 malam kami menemukan satu selah untuk parkir di sebuah rumah makan di Brebes. Kami tidak menanyakan lagi menunya apa di rumah makan tersebut. Namun yang kami tanyakan adalah, "Yang masih ada apa ?" mengingat kepadatan pemudik, pastilah hanya sisa-sisa menu saja yang tersajikan. Alhamdulillah , masih ada sop dan sate. Lumayan buat mengobati kepenatan selama di perjalanan.
Selesai makan, dan istirahat sebentar , melanjutkan lagi perjalanan, dengan tujuan Hotel Bahari Tegal. Masih dalam kondisi "Pamer", padat merayap, akhirnya kami sampai di Hotel tujuan pada pukul 21.10. Waktunya untuk melepas lelah, setelah membersihkan diri dengan mandi air hangat. Alhamdulillah......