Kamis, 31 Mei 2012

Bapak Pemain Drama (Mengenang 2)

             Keterlibatan Bapak dalam dunia pementasan saya ketahui, saat ada siaran drama di TVRI lupa tahun berapa. Waktu itu menampilkan Drama "Mahkamah" nya Asrul Sani. Masih jamannya TV hitam putih, saya nonton TV sambil menggelar tikar di ruang keluarga , rumah bagian belakang. Tiba -tiba bapak nyeletuk,
" Bapak juga pernah main sama teman-teman teater,membawakan  naskah itu," ujarnya. Waktu masih berkegiatan di kelompok teater, entah di solo entah di Semarang. Nggak ingat juga saya, mengingat saat di ajak ngomong, kondisi mata sudah dalam posisi 5 watt, alias hampir tertidur. Konon teman seangkatannya termasuk Dedi Sutomo, pemain teater kawakan yang malang melintang di TVRI.
          Pernah juga saya melihat bapak sedang menulis naskah drama atau film atau hanya sekedar cerpen, tentu saja dengan tulisan tangan, karena bapak tidak punya mesin ketik saaat itu. Tulisan Bapak yang rapi nampak menghiasi kertas buram di meja kerja bapak. Hal ini mungkin juga terisnpirasi dari berkas naskah film yang dikirimkan oleh Pakde Chaedar Jakfar ( kakak iparnya Ibu), yang memang beprofesi sebagai pemain film di Jakarta saat itu. Kebetulan juga kakak kandung ibu Pakde Ifat (Muhammad Fatchurbarie Thoif Nukman) juga seorang pekerja film, bareng dengan Pakde Chaidar Jakfar.
       Namun keterlibatan bapak secara nyata, tentu saja hanya bisa dikisahkan oleh teman-teman ataupun kerabat yang pernah berkecimpug dalam dunia seni peran bersama bapak waktu masih muda.
          Darah seni bapak untuk pertunjukan seni peran, rupanya memang menurun deras di Mbak Cicik. Dulu mbak Cicik juga sangat senang bermain seni peran, di teater sekolahnya. Dan kini pun juga menurun kepada anaknya Mbak Cicik. Yakni Tyar (M. Hekmatyar An-Najmi). Remaja bertubuh tambun, tinggi, besar ini memang kerap tampil di teater kampusnya Udinus Semarang. Bahkan beberapa kali pula dilipus oleh koran lokal Semarang.
           Annakku yang kedua, Naufal juga diam-diam, menyimpan bakat keurunan dari Eyang pada bisang seni peran ini. Terbukti, dalam beberapa kali penampilan di SD nya. Naufal dengan PeDe nya memainkan peran sebagai raja, di beberapa kesempatan. (hawe)......bersambung

Rabu, 30 Mei 2012

Mengenang Bapak (1)

Bapak Dikala Muda, Sesudah menikah dengan ibu
Foto Bapak berdua dengan Ibu
Resepsi Pernikahan Bapak Dan Ibu
Konon Wajahku mirip dengan Bapak. Sering kali kalau berjumpa dengan kawan bapak saat muda, mereka menjulukiku begitu. Moersidi Muda



Bagiku Bapak H. Moersidi HM, adalah seorang lelaki yang memiliki multi talenta. Bisa jadi jika Bapak hadir kembali sebagai pemuda saat ini, tentulah akan jadi idola bagi para gadis. Menurut cerita Ibu (Almh) dan teman-teman dekat yang mengetahui riwayat perjalanan bapak ( karena bapak orangnya tidak pernah cerita siapa dia sebenarnya kepada anak-anaknya), beliau adalah :
1. Pemain Musik.
2. Pemain Drama.
3. Pelukis.
4. Penulis / jurnalis.
5. Organisatoris 
6. Mubaligh
7. Olahragawan
8. Konseptor

Pengantar  Umum
Bapak Lahir di Semarang, tanggal 26 Oktober 1936,
Sekolah di SMA-C Semarang ( SMA 3 Semarang saat ini, satu alumni denganku ternyata) , dan pernah kuliah di Fakultas Hukum Undip, tidak selesai.
Menikah dengan Ibu di tahun 1962 dan dikaruniai 6 orang anak yakni:
1. Cahyati Dyah Pratami lahir di Solo tahun 1963.
2. Suci Mulyani, lahir di Solo tahun 1965
3. Dudung Abdul Muslim ( Di Surat Lahir tertulis Yustisi Ardhi Muslim) , Lahir di Semarang tahun 1966.
4. Hidayat Wahyudi, lahir di Semarang 1969.
5. Achmad Fauzi, lahir di Semarang tahun 1972
6. Moch. Achid Nugroho lahir di Semarang tahun 1973.
          Kata orang tua dulu, bapak menikah itu dengan status Joko tuwo. Alias perjaka tua. he...he...he.......Maka tak heran jika bapak dulu ikut bergabung di dalam band Perjaka Tua. Yang nanti akan saya ceritakan di dalam kisah Bapak sebagai Pemain musik. Selidik punya selidik, mengapa bapak menikah tua, ada sepenggal kisah putus cinta ternyata. Katanya sich bapak dulu pernah menjalin persahabatan dengan seorang gadis dari Sunda, namun karena tidak disetujui oleh Mbah Kaji Munawar putri, maka hubungan itupun tidak berlanjut ke jenjang selanjutnya. Itulah mengapa nama-nama anak bapak sering ditafsirkan sebagai orang dari sunda. Seperti mamik, cicik, dudung, dan diriku sendiri.
              Bapak menikah juga karena sebuah kebetulan, dan karena di jodohkan . Waktu itu kebetulan Mbah Munawar putri sedang njagong di tempat mbah KH. Karim di Kalioso Solo. Mereka masih bersaudara. Putranya mbah karim. Muktasom Tejokusumo menikah dengan Hikmah Ilahiyah . Putrinya Kyai Nukman dari Banjarnegara.  Hikmah Ilahiyah adalah adek kandungnya ibu. Sambil njagong manten,, mbah Munawar putri iseng-iseng bertanya ke Mbah Karim. "Mantumu iku bocah ngendi ? tanya simbah. " Priyayi banjarnegara mbak." jawab mbah Karim
" Ayu temen mantumu," kata simbah ( Amah Hikmah memang mudanya terlihat manis dan cantik).
"Isih ono tunggale opo ora ? (masih ada Saudaranya yang lain nggak ?) " . lanjut simbah ke Mbah Karim.
" Ooo....tasih mbak ( Masih ada, kakaknya mbak )" timpal Mbah Karim.
Akhirnya dari perbincangan itulah , dengan perantaraan Mbah Karim. Mbah Munawar putri pun meminang ibu kepada Mbah Nukman, untuk dijodohkan dengan Bapak.
           Pada jaman itu, pernikahan Bapak dan ibu termasuk meriah, apalagi diiringi oleh penampilan Grup band Joko Tuwo, dimana bapak menjadi anggotanya. Konon setiap pelepasan anggota band joko tuwo, yang melangsungkan pernikahan, pasti akan disambut dengan penampilan band tersebut.
          Setelah menikah dengan Ibu, Bapak tinggal di Solo menumpang di rumah Simbah di Keprabon Wetan Solo. Bapak juga ikut membantu simbah berjualan kain batik di Pasar Klewer Solo (bener nggak ya ?? agak lupa kalau yang ini).  Pasca terjadinya kisruh Politik PKI, bapak pindah ke Semarang tepatnya di kampung Pungkuran Kauman Semarang. Sedangkan Simbah, terkadang tinggal di Jalan Jonegaran Depok Semarang. Hanya berselang dua gang dari pungkuran kalau tidak salah. Saat ini Pungkuran lebih di kenal sebagai jalan terusan yang dari NDepok , KH. Wahid Hasyim ke Kanjengan Mesjid Besar Kauman.
        Di Pungkuran ini, bapak lebih dikenal sebagai Pak RW. Maklum, bapak adalah Ketua RW di Pungkuran yang wilayahnya kalau nggak salah sampai di Jalan Besar KH. Wachid Hasyim/Kranggan. Dimana kranggan banyak dihuni oleh WNI keturunan China yang banyak berjualan Emas. Makanya nama Bapak sangat di kenal di Pungkuran Kauman. Bahkan meski kami sudah tidak tinggal di Pungkuran lagi, ketika dulu Ibu atau Mbak Mamik, membeli emas di Kranggan dekat Pungkuran, pasti akan dikasih harga agak miring, alias harga pertemanan......he...he...he.... Kami menempati rumah di Pungkuran hanya sampai tahun 1977 akhir tahun. Artinya mulai dari Mas Dudung , aku, Ozi dan Achid, lahir di rumah ini. Setelah itu karena rumah yang di Pungkuran terkena pelebaran jalan sampai empat meteran, hasil gusuran dan penjualan rumah Pungkuran, dibelikan rumah di Poncowolo Timur II/396 Bulu Lor Semarang, sampai sekarang.
           Bapak memang terkesan orangnya pendiam, tidak banyak bicara, meski dengan anaknya sendiri sekalipun. Termasuk aku. Meski demikian, kesan mendalam atas bapak masih saja lekat dalam ingatan, meski itu kejadiannya adalah saat aku masih kanak-kanak.
          Watak Bapak sangat keras dalam mendidik anak-anaknya, apalagi jika menyinggung masalah agama. Sangat keras dan disiplin.Maka jika sudah waktunya masuk Shalat, kita melambatkannya maka tak ayal cambuk pun melayang ke badan kita. Yang paling terasa adalah diriku sendiri meski saat itu masih kelas TK besar kami sudah diajarkan untuk puasa penuh. seperti orang dewasa. Yang kuingat saat itu hanya bolong 6 hari. selebihnya puasa penuh. Menginjak kelas 1 SD saya sudah puasa penuh tanpa bolong. Alhamdulillah.
             Seingatku Bapak dulu pernah berjualan kain batik Solo di pasar Johar Semarang, dan Jual beli serta servis radio/tape recorder. Meski bapak penghasilannya tidak begitu besar, namun anak-anak bapak tidak ada yang disekolahkan di sekolah negeri, yang dulu masih di sebut SD Inpres. Bapak tetap mendaftarkan kami di sekolah Ibtidaiyah. Taman kanak-kanaknya di TK Aisyiah dan SD nya di Badan Wakaf Sultan Agung Kauman dan SD Muhammadiyah Indraprasta Semarang.  Yang tentu saja biayanya pasti lebih tinggi di banding di sekolah negeri. Barulah setelah SMP dan seterusnya hanya aku dan Mas Dudung yang sekolah di negeri. Yang Lainnya tetap di SMP Muhammadiyah. Sedemikian ketatnya bapak mengarahkan kami, dengan pertimbangan, mengahadapi masa depan diperlukan pondasi agam yang kokoh bagai karang. Dan itu memang terbukti saat kami sudah menginjak dewasa, dan mempunyai keuturunan.
           Aku pun menyekolahkan anak-anak di sekolah yang berbasis agama kuat, dengan harapan di masa yang akan datang, dengan pondasi agama yang kokoh, kelak anak-anak sudah bisa membentengi dirinya, dari godaan duniawi.
            Mengapa saya menyebut bapak keras ? masih lekat dalam ingatanku saat kelas 1 SD di Badan Wakaf Sultan Agung kauman. Setiap habis maghrib, kami membaca turutan  a ba ta, setelah itu dilanjut dengan belajar membaca huruf . Bacaan dulu, seperti Ini Budi,.....Ini Bapak Budi....Ini Ibu Budi.....Ini Kakak Budi....Ini adek Budi....dan seterusnya. Jika ada yang salah dalam setiap bacaan, maka jari-jari tanganku akan terkena sabetan rotan kecil. Meski tidak begitu sakit, tapi ya....lumayanlah.....untuk anak sekecil itu. Saking lamanya kepala ini menunduk, untuk membaca dari a...ba...ta....sampai membaca huruf latin, leher kecil ini jadi terasa pegal. Tapi Bapak tidak menghiraukan kelelahanku, sampai lembar-demi lembar yang dimaksud bapak selesai kubaca.
            Sementara bapak mengajarku, ibu menyimak kakak-kakak yang lain membaca Al-Qur'an (tadarus), ibu membetulkan bacaan yang kurang tepat, dan memberitahu kesalahannya. Sementara adikku yang masih balita, ikut bersama ibu. Demikian terus setiap habis maghrib. Selepas Isya', barulah kami menikmati makan malam yang sudah disajikan oleh ibu, dengan menu yang sangat sederhana.

Kisah ini akan saya ceritakan secara bersambung disesuaikan dengan keadaan dan waktu yang tersedia nantinya.

Selasa, 29 Mei 2012

Fira Milad ke 7

Tanggal 29 Mei 2012, cantikku Fira genap berusia 7 tahun. Tidak ada acara khusus, hanya membagi makanan ringan ke teman-teman kelasnya. Ayah hanya berharap, Fira bisa menjadi orang yang sangat berguna bagi keluarga, lingkungan dan Agama Islam.
Shalatnya harus mulai rajin lho ya..... tetap rajin belajar , kalau sudah umur 7 tahun nggak usah ngedot susu dari botol ya nak....Semoga bisa terwujud cita-citanya. Amien

Senin, 28 Mei 2012

Eyang Wafat Hari Jum'at Jam 21.45 di RS. Roemani Semarang






Innalillahi Wa inna Ilahi rooji'un. Ayahanda tercinta H. Moersidi Bin KH. Moenawar Bin KH. Fachrurrozi, wafat hari Jum'at Jam. 21.45 di RS. Roemani Semarang.
Allahumma fir lahu, war hamhu, wa'a fihi wa'fu anhu, wa akrim nuzulahu, wawassi'lana madkholahu.
"Ya Allah, ampunilah dia (mayat), berilah rahmat kepadanya, selamatkan dia, ampunilah dan tempatkanlah dia di tempat yang mulia ."
             Sunggung cepat proses perjalanan Eyang menghadap kepada Sang Khaliq. Tanpa melalui sakit yang berkepanjangan, dan serasa tidak merepotkan  orang-orang disekitar eyang. Setelah terjatuh di depan gang rumah, seperti yang saya tuliskan sebelumnya. Eyang selama dua hari terakhir tidak bisa berjalan, hanya di atas tempat tidur saja. Menurut cerita Mas Dudung yang menunggu Eyang di menit-menit terakhir, Siang hari Eyang masih mau makan roti, menjelang sore kondisi Eyang sudah mulai drop. Dan selepas maghrib Eyang seperti kurang reaksi lagi.
            Setelah komunikasi intens di hape, akhirnya saya minta kepada Mbak Cicik dan Mas Dudung untuk membawa Eyang ke RS. Roemani Semarang. Satu jam sejak keberangkatan menuju RS. Roemani, akhirnya mendapat khabar yang maengejutkan, " Eyang sudah meninggal mi, saat masuk di Rumah Sakit Roemani " ucap Mbak Cicik dari seberang telepon dengan suara tersedu. Meski saya meyakini berita ini, saya coba kroscek ulang ke Mas Dudung, sebelum mengabarkan kepada sanak famili.
" Iya Mi, Eyang sudah nggak ada," kata Mas Dudung dari balik hape
 Kullu nafsin dzaa iqotul mauut. Setiap yang bernyawa pasti akan menemui kematian.Eyang telah parupurna di dalam perjalanan di dunia yang fana ini.
          Sontak saya harus memberitahukan khabar duka ini kepada seluruh kerabat yang ada di Jakarta, Bandung, Dan keluarga besar Bani Nukman. Untungnya saya memang sudah dari satu hari sebelumnya berencana untuk menengok keadaan eyang pasca jatuh  di jalan. Sehingga tiket memang sudah di tangan. Untungnya lagi kok saya pesan tiket yang penerbangan pertama yang jam 05.30. Sebuah kebetulan yang terlihat seperti sudah " diskenariokan " oleh Allah, yang telah menuntun hamba-Nya untuk bisa memesan tiket sebelumnya. Subhanallah......Maha Suci Engkau Yaa Allah. Saya sudah pesan 4 tiket Lion Air, sementara yang Sulung Ilham, saya putuskan tidak usah ikut saja, mengingat dia memang masih di Asrama pesantren Al-Kahfi. Sekitar tengah malam istri mencoba memberitahu ke Ustadz ikhwal berita duka ini. Dengan pesan agar disampaikan ke Ilham setelah pulang sekolah saja, biar malamnya tidak terganggu.
           Dengan menikahi Gadis dari Desa krandegan Banjarnegara Jateng  , Eyang memiliki 6 orang anak dan 11 orang cucu terdiri dari :
1. Cahyati Dyah Pratami  menikah dengan Andi belum dikaruniai anak.
2. Suci Mulyani menikah dengan Tri Siswanto (Alm 40 th) dikaruniai 2 orang putra  yaitu
    a. M. Hekmatyar Annajmi
    b. M. Hanin Salsabil Annajmi
3. Dudung Abdul Muslim menikah dengan Siti Aminah dikaruniai 3 orang putri yaitu:
    a. Fadhilla Khairunnisa Annajmi
    b. Rafika Aliya Annajmi
    c. Hanum Salsabil Annajmi
4. Hidayat Wahyudi menikah dengan Amelia Novita diakruniai 3 orang putra putri yaitu :
    a. M. Ilham Nur Alif
    b. M. Naufal Mumtaz
    c. Shafira Nurul Anindita
5. Achmad Fauzi menikah dengan Pipit Printa Anindya dikaruniai 2 orang putra yaitu :
    a. Fariz Fatha Falahia An-najmi
    b. Farel Fatha Falahia An-najmi
6. Moch. Achid Nugroho menikah dengan Wiwin Yuli Khomsatun, dikaruniai 1 orang putra yaitu :
    a. M. Alfa Annajmi
        Meskipun dengan terengah-engah dalam kondisi ekonomi yang naik turun, keenam anak Eyang bisa menyelesaikan kuliah semua. Alhamdulillah.
Jika merunut nama-nama cucu Eyang, terlihat ada yang unik khan ?
Semuanya menggunakan kata An-najmi yang berarti bintang.
Ini adalah nama pemberian Eyang untuk sebagai penanda, bahwa Eyang adalah Aktivis yang gigih di Parta Persatuan Pembangunan (PPP). Eyang sepertinya ingin membentuk Fam baru dengan nama An-najmi. Bahkan Eyang pernah menjadi Anggota DPRD Tk. I Jawa Tengah dari Unsur PPP tahun 1982 - 1987.
          Yang tidak memakai Fam ini hanya anak-anakku, mengingat aku berprinsip, biarlah anak-anak tumbuh besar dengan mewakili namanya sendiri, tidak memakai nama orangtuanya dan tidak memakai fam.
Apalagi sejak menikah, saya sudah merantau di luar Jawa, dan tidak berkumpul dengan orangtua maupun mertua. Semuanya serba sendiri. Makanya lasan itulah yang saya pakaikan dalam setiap memberikan nama kepada anak-anak.
Sesuai dengan KTP nya, Eyang  lahir 26 Oktober 1936, yang berarti saat wafat , Eyang berusia 76 tahun. Meski sejatinya usia sebenarnya lebih dari itu, karena konon usianya dulu pernah di mudakan.
            Terima kasih kepada seluruh kerabat, Saudara yang telah hadir takziyah maupun yang telah  mememanjatkan doa untuk Eyang dalam proses menuju ke haribaan Illahi. Mohon dibukakan pintu maaf bila selama pergaulan dengan Eyang , ada salah kata maupun tindakan. Semoga kata maaf bisa lebih memuluskan jalan kehadapan Allah. Amien. Serta terima kasih yang telah memberikan bantuan materiil maupun immateriil, kepada keluarga kami , dalam proses pemakaman Eyang.
Kelak di tulisan berikutnya akan saya kisahkan siapa sebenarnya seseorang yang bernama Moersidi HM ini.

  

Kamis, 24 Mei 2012

Eyang Jatuh lagi di jalan, lututnya luka, saat ini susah berjalan.




Ya Allah, ringankanlah derita Eyang. .....
            Bapak ( H. Moersidi HM) orangtua kami , sesuai dengan tanggal lahirnya di KTP tercantum 20 Oktober 1936. Artinya usianya sudah 76 tahun. Namun banyak saudara-saudara dan teman seangkatannya yang bilang ke saya, bahwa usia Bapak itu lebih dari itu, alias data di KTP itu di "mudakan". Entah dengan alasan apa usianya kok dimudakan. PAdahal kalu jaman sekarang, banyak anak muda yang akan ambil SIM, justru usianya di "tuakan", biar bisa mengemukan kendaraan.....he...he...he....memang aneh ya......
          Salah satu yang pernah cerita ke saya adalah Amy Muktashom, Putra Mbah KH. Karim dari Kalioso Solo. Amy Muktashom adalah suami dari Amah Hikmah Ilahiyah ( Adek kandung Ibuku). Amy pernah ngomong ke saya, " Lho.......nggak mungkin tho kalau bapakmu umurnya masih 74 tahun , Amy ini dulu pernah jadi muridnya bapakmu waktu sekolah SMP.".  Begitu ucap Ami Muk, saat beliau bertanya padaku, berapa umur bapak 3 tahun yang lalu. Padahal saat itu Ami Muk saja usinya sudah 73, meski saat ini Amy sudah kembali ke Haribaan Allah. 
         Memang saya pernah dengar cerita dari Ibu Almarhumah, bahwa di masa mudanya dulu, bapak pernah jadi guru di Solo, dan di Semarang ( di Al-Irsyad). JAdi guru bahasa Inggris kalau tidak salah. Tentulah saya meyakini ucapan seorang  murid, meski bapak tidak pernah cerita secara langsung ke saya.   Jadi seandainya Bapak saat itu ngajar SMP, mungkin nggak ya kalau usianya 4 tahun diatas nya ???
Okelah kita ambil ukuran yang ini, usinya di tambah 4 tahun, maka usia bapak kira kira sudah 80 tahun. 
         Saat ini memang kondisi fisik bapak sudah menurun jauh, untuk berjalan saja, kakinya sudah agak gemetaran. Namun bapak kelihatannya memang tidak suka merepotkan orang lain untuk urusan dirinya, termasuk untuk makan. Maka tidak heran bila mendengar bapak pengen keluar rumah untuk sekedar mencari makan di warung, dengan alasan makanan yang di meja tidak sesuai dengan keinginannya. Maklum, usia segini tentu giginya sudah banyak yang tanggal.  Dan yang saya heran, bapak selalu pesan es teh, bila sedang makan di warung. Saya saja agak menjauhi es, lha kok bapak malah dengan santainya minum es teh, meski itu untuk teman makan malam........
       Terakhir dua hari yang lalu, saya dapat sms, bahwa bapak terjatuh saat berjalan di Indraprasta, lututnya berdarah, dan ditolong oleh tukangn becak ke rumah. Dan sejak saat itu , kaki bapak sudah susah untuk menopang tubuhnya.......Memebaca sms itu, .....tanpa terasa mata ini melelh di pipi. Duh.........akan sedurhaka itukah saya sebagai anaknya, membiarkan bapak berjalan sendirian di jalan besar ???? Ya Allah.....Ampunilah ketidakberdayaan anak-anak Bapak........
        Sabtu besok, saya akan ke semarang untuk menawarkan beberapa alternatif penanganan perawatan bapak di masa tua ini :
1. Mencarikan tongkat manula atau kursi roda untuk aktifitas sehari-hari.
2. Mencarikan perawat khusus buat bapak, yang melayani kebutuhan makan, berjalan, dan siap diomelin.
3. Memindahkan bapak dari Semarang ke Purwokerto, sesuai dengan keinginan bapak sejak awal dan harapan Mbak Mamik dengan diberi pendapingan perawat khusus.
Semoga solusi ini bisa meringankan bapak dalam beraktifitas, meski kegiatannya dari pagi ya lebih banyak beristirahat di tempat tidur.
Ya Allah mudahkanlah langkah Hambu Mu ini. Amien.